Friday, June 5, 2009

PPh atas Sewa Tanah dan / atau Bangunan


Dasar Hukum

1. PP 29 TAHUN 1996 yang telah dubah terakhir dengan PP-5 TAHUN 2002 tentang Pembayaran PPh Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
2. KMK-394/KMK.04/1996 yang telah diubah terakhir dengan KMK-120/KMK.03/2002 Tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pemotongan PPh Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
3. KEP - 227/PJ./2002 Tentang tatacara Pemotongan dan Pembayaran, serta Pelaporan PPh Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
4. KEP - 50/PJ./1996 Tentang Penunjukan WP OP dalam negeri tertentu sebagai pemotong PPh Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan

Pengertian

Penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan sehubungan dengan persewaan tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, pertokoan, atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan bangunan industri, terutang Pajak Penghasilan yang bersifat final.

Objek dan tarif

Besarnya Pajak Penghasilan yang terutang bagi Wajib Pajak orang pribadi maupun Wajib Pajak badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari persewaan tanah dan atau bangunan adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan atau bangunan dan bersifat final

Yang dimaksud dengan jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh pihak yang menyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan tanah dan atau bangunan yang disewa, termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanaan dan service charge baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan dengan perjanjian persewaan yang bersangkutan


Pemotong PPh

(1) Apabila penyewa adalah badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, kerjasama operasi, perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, dan orang pribadi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, Pajak Penghasilan yang terutang wajib dipotong oleh penyewa. *)

(2) Apabila penyewa adalah orang pribadi atau bukan Subjek Pajak Penghasilan selain yang tersebut pada butir (1) maka Pajak Penghasilan yang wajib dibayar sendiri oleh pihak yang menyewakan **)

orang pribadi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak
a. Akuntan, arsitek, dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah Camat, pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas;
b. Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan;
yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dalam negeri.

Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tsb wajib memotong Pajak Penghasilan atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan.

Kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Surat Keputusan Penunjukan sebagai Pemotong Pajak Penghasilan atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri


Saat terutang

PPh atas Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan tsb terutang pada saat pembayaran atau terutangnya sewa

Tatacara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan

*) Dalam melaksanakan pemotongan Pajak Penghasilan persewaan tanah dan/atau bangunan tsb pihak penyewa wajib:
a. Memotong Pajak Penghasilan yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya sewa, tergantung peristiwa mana lebih dahulu terjadi;
b. Menyetor Pajak penghasilan yang terutang ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwin berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa;
c. Melaporkan pemotongan dan penyetoran Pajak penghasilan yang terutang ke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 (dua puluh) bulan takwin berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa;

**) Dalam melaksanakan penyetoran sendiri Pajak Penghasilan atas persewaan tanah dan/atau bangunan tsb, pihak yang menyewakan wajib:
a. Menyetor Pajak penghasilan yang terutang ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan takwin berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa;
b. Melaporkan pemotongan dan penyetoran Pajak penghasilan yang terutang ke Kantor pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 (dua puluh) bulan takwin berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa;

Lain-Lain

Dalam pembukuan Wajib Pajak yang menyewakan, wajib dipisahkan antara penghasilan dan biaya yang berhubungan dengan persewaan tanah dan atau bangunan dengan penghasilan dan biaya lainnya.

Bagi Wajib Pajak yang semata-mata bergerak di bidang usaha persewaan tanah dan atau bangunan tidak diwajibkan membayar Pajak Penghasilan Pasal 25.

3 comments:

  1. informatif sekali..
    tx pak
    ;;)

    ReplyDelete
  2. Selamat malam pak,
    Pada point 1 pemotong PPh, apakah yang dimaksud dengan "orang pribadi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak" itu adalah WPOP yang di SKT-nya mempunyai kewajiban pajak PPh pasal 4(2) meskipun WPOP tsb. tidak melakukan pembukuan?
    Terima kasih pak Angga.

    ReplyDelete
  3. Pada umumnya, Wajib Pajak Orang Pribadi bukanlah pemotong PPh Pasal 23. Tetapi, berdasarkan Pasal 23 Undang-undang PPh, Direktur Jenderal Pajak dapat menunjuk Wajib Pajak Orang Pribadi tertentu sebagai pemotong PPh Pasal 23. Wajib Pajak Orang Pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong PPh Pasal 23 adalah :
    1.Akuntan, Arsitek, Dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah Camat, pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas;
    2.Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan.

    Wajib Pajak Orang Pribadi tersebut menjadi pemotong PPh Pasal 23 setelah adanya keputusan penunjukan sebagai pemotong pajak dari Kepala KPP yang bersangkutan. Setelah ada keputusan penunjukkan barulah ia bisa memotong PPh Pasal 23 itupun terbatas pada penghasilan berupa sewa saja.

    ReplyDelete